Di dalam literatur, desentralisasi atau otonomi daerah, baik
yang menekankan pada desentralisasi administrasi maupun politik, disebutkan
pentingnya lembaga di daerah dalam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah. Yang membedakan adalah jika desentralisasi administratif lebih
memperbincangkan kesiapan lembaga lokal dalam memberikan pelayanan kepada
publik di daerah, sedangkan desentralisasi politik lebih memberikan perhatian
bagaimana lembaga lokal mampu membangun proses politik yang lebih baik. Agar
lembaga di tingkat lokal mampu melaksanakan desentralisasi, maka dilakukan
perubahan kelembagaan yang substansial dalam struktur organisasi dan fungsinya.
Seperti di Belanda pada 1980-an, perubahan di dalam pemerintahan lokal lebih
banyak dipengaruhi gagasan Manajemen Publik Baru (the New Public Management)
dipopulerkan negara Anglo Saxon. Sementara, di Jerman dipengaruhi gagasan renewal
of politics from below yang menekankan pentingnya pelembagaan partisipasi
publik dan bentuk pembuatan keputusan publik dari bawah (bottom up). Pada
1980-an Jerman mengikuti model Belanda dan Belanda mengikuti model Jerman.
Dengan kata lain, dua negara itu mengupayakan mengimplementasikan kebijakan
desentralisasi, dipengaruhi 2 arus pemikiran sekaligus.
Kartohadikusumo
(1955) mengatakan bahwa pada hakekatnya otonomi
merupakan usaha untuk mendapatkan jawaban kembali semangat dan kekuatan
rakyat guna membangun masa depan mereka sendiri yang luhur.[1]
Jika kata “membangun masa depan mereka sendiri” diartikan dengan kesejahteraan
bersama dan kesejahteraan bersama adalah kesejateraan masyarakat atau kesejahteraan
rakyat secara nasional. Maka sangat dibutuhkannya ruang bagi aspirasi politik
yang membatasi diri hanya pada kepentingan ingin kesejahteraan dalam ruang
lingkup wilayahnya sendiri (lokal).
Dan jika partai
politik adalah salah satu sarana untuk menampung aspirasi rakyat sesuai dengan
pendapat Ramlan Surbakti bahwasanya salah satu fungsi partai politik adalah
sebagai Komunikasi Politik[2]
maka keberadaan partai politik baik dalam sekala nasional dan sekala lokal
adalah konsekuensi logis. Kondisi yang demikian ini perlu dipertahankan, karena
partai politik adalah alat demokrasi untuk mengantarkan rakyat menyampaikan
artikulasi kepentingannya.
Antara partai
politik nasional dan lokal terdapat beberapa perbedaan dalam mengawal isu-isu
kedaerahan. Jika dalam partai yang bersekala nasional maka isu-isu atau
permasalahan harus dikomunikasikan di tingkat nasional dan harus dibenturkan
dengan permasalahan dari daerah lain belum lagi masalah waktu yang lama. Jika
partai politk lokal yang menganinya maka masalah tersebut atau isu tersebut
lebih mudah dikawal jadi dapat dikatakan partai politik lokal dapat menjadi local
responsiveness.
Untuk masalah
kepentingan nasional partai politik lokal tidak akan mempertentangkan
kepentingan daerah dengan kepentingan nasional karena partai politik lokal
memang tidak berkepentingan untuk melakukan hal tersebut. Partai politik lokal
juga tidak akan mengganggu Negara Kesatuan Republik Indonesia karena partai
politik Lokal dibentuk dengan persyaratan tetapa berada dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Partai politik lokal justru akan mampu menyerap
aspirasi-aspirasi masyarakat didaerah-daerah secara lebih tepat mengingat
beragamnya kepentingan yang dimiliki oleh rakyat Indonesia. Masyarakat
Indonesia yang majemuk (heterogen) menyebabkan hampir tidak mungkin bagi partai
politik nasional untuk mengetahui dan menyerap berbagai kepentingan yang
berkembang didalam masyarakat daerah. Banyak dari kepentingankepentingan
masyarakat didaerah-daerah yang tidak perlu dibawa ketingkat nasional.
Kepentingan-kepentingan tersebut cukup dibicarakan dan diselesaikan pada
tingkat daerah.
Campo dan
Sundaram
bahwa
“semakin besar desentralisasi, diperlukan pengawasan yang semakin ketat”. Maka dari
itu partai politik lokal dapat lebih leluasa lagi dalam hal pengawasan terhadap
lembaga pemerintahan, terlebih dengan hak
recall-nya
[1]
Bhenyamin
Hoessein, Makalah: Perspektif Jangka Panjang Desentralisasi dan Otonomi
Daerah, Disampaikan pada Diskusi Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi
Daerah Dalam Jangka Panjang, yang diselenggarakan oleh Direktorat
Pengernbangan Otonomi Daerah, BAPPENAS, tanggal 27 November 2002. Hal. 4
[2]
Ramlan Surbakti.Memahami Ilmu Politik.hal
152
Komentar
Posting Komentar