Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2012

Catur Berdebu

Dengan gagah para domba tertawa Dalam sebuah turnamen yang ia cipta Meraup tawa dalam duka Membuat luka semakin menganga Saudara kembar memainkan bidak catur Seolah bertempur dengan alur Mengadu domba…domba pun beradu Seolah rupiah bisa merayu Aku dan negeri ini menangis Menangisi hati yang beku Menyaksikan potret rumahku Di hancurkan oleh debu

Menari Bersama

Terlihat iring-iringan di kejauhan Dendangkan lagu-lagu kehidupan Kawan Teruslah menari Temani mereka yang menari Walau dengan tarian beda Tambahkan nada yang kita punya Agar warnai indahnya kebersamaan Dalam jalan yang teramat indah diciptakan Semoga indah hari-hari kedepan Semoga indah perjumpaan Dengan yang menciptakan keindahan -Ruang dialektikaku. Djogja, 30 Maret 2012

Menghakimi

Siluet keharmonisan senja mulai kabur ketika kau bertanya Siapa yang melakukan ini?? kau yang melakukanya? Bukan, bukan aku yang melakukanya Ah, pasti kau yang melakukannya Sungguh buka aku yang melakukanya Tapi aku masih yakin kau yang melakukannya Baiklah, aku akan melakukannya _Ruang penuh Label_ Djogja, 29 Maret 2012

Diam

satu dua hari aku diam dua tiga minggu masih diam, empat lima bulan ku masih diam, sampai bulan tak bersinar dan mentari telah sirna _Ruang tanpa kata_ Djogja, 28 Maret 2012

Pagi

Pagi yang indah kujelang kembali Menghempaskan mimpi meraih bergantinya hari Di ufuk timur tersirat cahaya kedamaian Membangkitkan semangat menghangatkan perasaan Hembusan angin menemaniku berjalan Mengiringi langkah berpadu dalam kepastian Gemersik dedaunan bak irama kehidupan Selalu setia menyanyikan lagu kemenangan Dalam menggapai makna cita dan cinta Dalam mewujudkan makna hidup yang sesungguhnya Biarkan pergantian hari terus berjalan Karena setiap saat akan selalu kujelang

Bimbang

Semua tanyaku hanya terlempar ke langit kelabu yang masih saja asing Luap rasa menggores bimbang diam; emas bagi jiwa yang mengaku pengecutt!! Menelingkung?! ataukah pengecut dalam tempurung bisu Ditetiap hujam kata yang memaku pilu satu satu makian terhampar, segenap diri jatuh sudah  Entah… lantak sudah harap letih, menghempas semua tanya Biarkan saja semua tanya ini terlempar ke atas sana biarkan bintang-bintang saja yang mengerti

Jenuh

Ketika rasa jenuh tiba Melangkah hari tanpa tujuan Hari esok tiada lukisan Rasa acuh memenuhi dada Memandang tanpa arah Melihat tanpa makna Tiada kata yangmengarah Kecuali hati yanglelah

Hikayat Kematian

Aku pergi ke selatan Aku mengobrak-abrik karang di dasar lautan Untuk menantang kematian Ternyata ia mengizinkanku untuk berkunjung Lalu mengajakku karam tenggelam dan hilang Aku pergi ke awan Aku bersembunyi di balik bulan Untuk lari  menjauh dari kematian Ternyata ia enggan membuntutiku Karena ia telah menunggu didepanku _Ruang dialektikaku_ Djogja, 24 Maret 2012

Hutan Beton

Hujan adalah keberkahan Menumbuhkan Lalu apa jadinya jika hujan beton tak menumbuhkan dedaunan dan buah-buahan Rumah-rumah tak bertaman Taman-taman tak bertanaman Tanaman tak mengakar ke dalam dengan ranting-ranting dedaunan yang rindang meneduhkan  Hanya kehampaan, kepanasan, dan kekeringan yang terlukisakan _Ruang dialektiakku- Djogja, 24 Maret 2012

Tak ada yang Abadi

Hidup, jika ada hitam maka ada putih. Ada senang ada susah. Apabila siang datang maka petangpun menghilang. Si kaya ada karena ada si miskin. Begitupula dengan kecantikan/ketampanan ada karena ada kejelekan. Ada perjumpaan ada pula perpisahan.

Sendiri

Gambar pribadi, sendiri diruang dialektikaku (Yekti A) Sendiri.., Sendiri...biarkan aku sendiri.. Sendiri melayang bersama mimpi yang tak bertepi.. Sendiri.. Sendiri,,biarkan aku sendiri.. Sendiri bersama rasa hati.. Sendiri… dan Sendiri _berdiri tegak dipersimpangan jalan_ Djogja, 23 Maret 2012

Simfoni Hitam

Lisan ini..ah.. benar kata pepatah “Tajamnya pedang lebih tajam lagi lisan” ini terjadi padaku. Seperti malam-malam biasanya sebelum menutup mata menuju pulau kapuk aku dan kakaku selalu menyempatkan untuk berdiskusi. Berdiskusi mengenai segala hal dari masalah Politik, sosial, ekonomi hingga kehidupan kampus. Perbedaan mengenai suatu masalahpun sering tak terhindarkan, namun berbeda kali ini Kakakku merasa yang ku katakan tak pantas terlebih lagi menurutnya hal tersebut semaikn mencerminkan  aku adalah orang “”Egois”

Rindu Rumah

Bismillah... “Pulanglah nak…., saudara-saudaramu menunggumu.”uajar seorang kakak kepada adiknya yang bingung menuju jalan pulang.   “Tapi kak, dirumah sudah terlalu banyak orang-orang yang lebih baik dari ku, aku pergi saja dan mencari rumah yang jarang dan bahkan tak ada penghuninya,”jawab adiknya.