Lisan ini..ah..
benar kata pepatah “Tajamnya pedang lebih tajam lagi lisan”
ini terjadi padaku. Seperti malam-malam biasanya sebelum menutup mata menuju pulau kapuk aku dan kakaku selalu menyempatkan untuk berdiskusi. Berdiskusi mengenai segala hal dari masalah Politik, sosial, ekonomi hingga kehidupan kampus. Perbedaan mengenai suatu masalahpun sering tak terhindarkan, namun berbeda kali ini Kakakku merasa yang ku katakan tak pantas terlebih lagi menurutnya hal tersebut semaikn mencerminkan aku adalah orang “”Egois”
ini terjadi padaku. Seperti malam-malam biasanya sebelum menutup mata menuju pulau kapuk aku dan kakaku selalu menyempatkan untuk berdiskusi. Berdiskusi mengenai segala hal dari masalah Politik, sosial, ekonomi hingga kehidupan kampus. Perbedaan mengenai suatu masalahpun sering tak terhindarkan, namun berbeda kali ini Kakakku merasa yang ku katakan tak pantas terlebih lagi menurutnya hal tersebut semaikn mencerminkan aku adalah orang “”Egois”
“kau tak pantas berujar seperti itu!!!, mereka mungkin lebih
mulia dari dirimu yang egois ”
Geramnya
“Egoiss??? Oke aku salah berujar, tapi soal egois?? Aku tak
terima itu…,"
"mb nggak tahu apa yang terjadi, apa yang kupikirkan, dan apa yang kurasakan, mb hanya bisa melihat dan komentar” Bantahku, sembari uraian air mata yang makin deras saja
"mb nggak tahu apa yang terjadi, apa yang kupikirkan, dan apa yang kurasakan, mb hanya bisa melihat dan komentar” Bantahku, sembari uraian air mata yang makin deras saja
“ya terserah, kau itu egois atau tidak,,tapi aku tak suka dengan ucapanmu!!!”tambahnya
“baiklah jika memang itu yang mba pikirkan, maka aku akan
lebih egois dari yang mba fikirkan”uajarku
Kakak?? Bagiku dia kakaku tapi entah apakah ia mengakuiku
sebagai adiknya atau tidak. Dari kecil
kami hidup terpisah ia tinggal bersama Kakek dan Nenek sedangkan aku tinggal
bersama Ayah dan Ibu. Entah mengapa akupun tak tahu, yang jelas karena alasan merantau ke Jakarta hingga mereka harus meninggalkan kedua Kakakku di
rumah Kakek dan Nenek dikampung.
Sejak saat itu kami tak bertegur sapa, walau di kota
perantauan ini kami tinggal satu kamar yang berukuran 3x4 meter. Hal ini
berlangsung hingga satu bulan.
“Keras” ya aku keras iapun keras kami sama-sama keras hati. Walau
aku sudah tak mempersoalkan hal yang kemarin tetap saja ego kami sangat tinggi
untuk mengulurkan tangan pertama.
"Ah....mengapa aku selalu gengsi kepada saudara sendiri dibandingkan orang lain yah???" gumamku
entahlah yang jelas “Jujur inilah aku dan inilah yang kumampuanku” cukup egois bagiku. Tak peduli kata orang, ku melangkah sendiri dengan diriku. Melayang bersama rasa ini menjadi manusia yang lebih baik dari mu dan meniti langkah menuju persimpangan jalan.
"Ah....mengapa aku selalu gengsi kepada saudara sendiri dibandingkan orang lain yah???" gumamku
entahlah yang jelas “Jujur inilah aku dan inilah yang kumampuanku” cukup egois bagiku. Tak peduli kata orang, ku melangkah sendiri dengan diriku. Melayang bersama rasa ini menjadi manusia yang lebih baik dari mu dan meniti langkah menuju persimpangan jalan.
Tak bisakah kau sedikit saja dengar aku
Dengar simfoniku
Simfoni hanya untukmu....
Dengar simfoniku
Simfoni hanya untukmu....
_Simfoni Hitam_
Jogja, 23 Maret 2012
saudara-saudaramu lah yang akan membantumu memasuki JannahNya... hehehe, Ingat novel Delisa..
BalasHapusSepakat...
BalasHapustapi kadang hati ini juga merasa kita perlu egois juga....
#hemmm...diri ini tak tahu, yang jelas hatiku semakin mengeras
Haha.. iya sih. Saya juga egois, dan keegoisan saya menyebabkan mereka jauh tertinggal. Jadi inget Novel Bidadari-bidadari Surga..:D
BalasHapusHemmm...sepertinya saya harus baca novel tersebut yah :)
BalasHapusbaiklah..
jazzakillah mb Muji :D