Langsung ke konten utama

Namanya "Manusia"!!

Tersebutlah suatu kesalahan penulisan pada halaman pertama.
Penulisan terus berlanjut hingga halaman terakhir selesai.
Seorang pembaca yang menyimak proses penulisan dan membaca halaman pertama sangat marah dan meneruskan membaca hingga halaman terakhir untuk melihat adakah kesalahan-kesalahan yang lain.
Sembari pembaca tadi menyelesaikan bacaannya, penulis menyadari kesalahan penulisan pada halaman pertama adalah fatal lalu dia membubuhkan tipe-x untuk menutupi kesalahn tersebut dan menggantinya dengan penulisan yang benar.
Salahkah penulis tersebut?
Penulis meminta maaf pada pembaca yang menyadari kesalahan penulisannya  dan telah menggantinya. Pembaca tetap marah dan tidak mau tau, lalu siapa sekarang yang salah?

Jangan mencari kesalahan dari cerita diatas. Apalagi menelusur bagaimana penulis bisa melakukan kesalahan pada halaman pertama. Bukankah penulis adalah manusia, tempat dosa dan salah.
Penulis menyadari kesalahannya dan meminta maaf, belumkah cukup puas pembaca yang tadi marah-marah?
Lalu pembaca tersebut tidak menerima permintaan maaf dari penulis. Siapa dia? Bahkan TUHAN pun memaafkan dosa besar umatnya. Sesombong itukah pembaca tersebut?
Lalu siapakah yang salah?
Tidak... jangan kembali mencari siapa yang salah.
Masihkah ada pemikiran positif barang sedikit untuk kembali melihat cerita diatas?
Penulis telah melakukan kesalahan,menyadari dan membenarkan. Ditambah lagi meminta maaf. Suatu usaha perbaikan dan itulah nilainya.
Bagaimana dengan pembaca yang tersulut emosi dan marah-marah serta tidak menerima permintaan maaf? Dia juga tidak salah. Dia tersinggung karena mungkin kesalahan tersebut adalah hal besar atau menyangkut hal-hal kesukaannya. Tapi sulutan emosi tadi kemungkinan belum padam sehingga dia tidak bisa melihat cela, sekedar mengingat bahwa TUHAN pun memaafkan dosa besar umatnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengangkatan Anak

BAB I PENDAHULUAN A.            Latar Belakang Manusia sudah dikodratkan untuk hidup berpasang-pasangan membentuk sebuah keluarga yang terdiri dari suami istri dan pada umumnya juga menginginkan kehadiran anak atau keturunan hasil dari perkawinannya. Mempunyai anak merupakan tujuan dari adanya perkawinan untuk menyambung keturunan serta kelestarian harta kekayaan. Mempunyai anak adalah kebanggaan dalam keluarga. Akan tetapi terkadang semua itu terbentur pada takdir ilahi dimana kehendak memperoleh anak meskipun telah bertahun-tahun menikah tak kunjung dikaruniai anak, sedangkan keinginan untuk mempunyai anak sangatlah besar. Jika demikian , penerus silsilah orang tua dan kerabat keluarga tersebut terancam putus atau punah.

Pahlawan tanpa Pangkat

Capung-capung melayang-layanng di udara  bak pesawat terbang, diiringi nyanyian jangkrik dan tarian kupu-kupu. Senja ini sungguh indah. Diantara hamparan padi yang menhijau itu masih terselip sepetak sawah yang ditanami kacang tanah, itu adalah sawah embah . Entah mengapa ketika orang-orang menanam padi simbahku palah memilih menanam kacang, yang sekarang sudah siap panen. “Mbah, kok beda sama yang lain?? Yang lain nanem padi kok mbah nanem kacang?” tanyaku “Owh, ini bekas nanem winih nduk,, buat nanem padi sawah lor,” jawab simbah sambil tersenyum Aku adalah orang desa. Ayahku seorang petani dan dari keluarga petani juga, sedangkan ibuku seorang pedagang yang berasal dari keluarga petani juga. Hampir seluruh masyarakat di daerahku bekerja sebagai petani, namun tak jarang pula yang menjadi pedagang dan PNS namun jumlahnya kecil sekali.  Namun aku bangga menjadi anak petani,bagiku petani adalah pahlawan. walau banyak orang memandang sebelah mata. Bagi mereka petani adal
Menyerah!