Langsung ke konten utama

Gotong Royong adalah Kuncinya!!!


Pramodeya Ananta Toer yang kerap dipanggil “Pram” merupakan satrawan dan budayawan yang anti penindsan dan anti kolonialisme yang dimiliki bangsa Indonesia. Maka tak heran karya-karyanya kerap dibakar dan dilarang. Karena karya-karyanya itulah hampir separuh hidup Pram habis dalam penjara. Tiga  Tahun dalam penjara Kolonial, satu Tahun di Orde Lama, dan 14 tahun pada Orede Baru. Layaknya orang-orang besar dalam sejarah, penjara tak membuatnya berhenti sejengkalpun menulis. Baginya, menulis adalah tugas pribadi dan nasional.
Dari tangan dinginnya, Pram melahirkan lebih dari 50 karya yang diterjemahkan ke dalam 42 bahasa. . Karena kiprahnya di glanggang sastra dan kebudayaan Pramoedya Ananta Toer kerap dianugrahi pelbagai penghargaan Internasional.
Salah satu contoh karya Pramodeya Ananta Toer yang anti penindasan adalah novel Sekali Pristiwa Di Banten Selatan. Sekali Pristiwa Di Banten Selatan merupakan hasil reportase singkat Pram di wilayah Banten Selatan yang subur tapi rentan dengan penjarahan dan pembunuhan. Tanah yang subur tapi masyarakatnya miskin-miskin, kerdil, tidak berdaya. Mereka dipakas hidup dalam tindihan rasa takut yang memiskinkan penindas yang dimaksud adalah Darul Islam (DI): ……” Zaman Jepang apa?Romusha sampai kurus kering, sampai mampus. Zaman NICA apa? Lagi-lagi dauber-uber kena Rodi, ditembaki saben hari. Sekarang apa? Diuber-uber DI.”
Dalam novel ini melalui tokoh ranta, sang lurah, Pram menitiskan sebintik rasa kuat untuk meneguhkan rasa percaya diri. Sebuah keteguhan untuk melawan penindasan, kemiskinan dan keterpurukan melalui rasa solidaritas antar warga. Rasa solidaritas yang terusmenerus yang dibarengi dengan penindasan inilah memunculkan suatu sikap bersama yaitu gotong royong.
Dengan kerjasama dan gotong royong inilah akhirnya para penindas dan kemiskinan dapat diatasi. Dalam novel ini secara tidak langsung Pramodeya Ananta Noer memberikan pelajaran mengenai gerakan sosial atau bisa disebut dengan “Realisme Sosialis”

#Sekali Peristiwa di Banten Selatan#
# Pramodeya Ananta Toer#
# Lentera Dipantara#
#126+III halaman#



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pahlawan tanpa Pangkat

Capung-capung melayang-layanng di udara  bak pesawat terbang, diiringi nyanyian jangkrik dan tarian kupu-kupu. Senja ini sungguh indah. Diantara hamparan padi yang menhijau itu masih terselip sepetak sawah yang ditanami kacang tanah, itu adalah sawah embah . Entah mengapa ketika orang-orang menanam padi simbahku palah memilih menanam kacang, yang sekarang sudah siap panen. “Mbah, kok beda sama yang lain?? Yang lain nanem padi kok mbah nanem kacang?” tanyaku “Owh, ini bekas nanem winih nduk,, buat nanem padi sawah lor,” jawab simbah sambil tersenyum Aku adalah orang desa. Ayahku seorang petani dan dari keluarga petani juga, sedangkan ibuku seorang pedagang yang berasal dari keluarga petani juga. Hampir seluruh masyarakat di daerahku bekerja sebagai petani, namun tak jarang pula yang menjadi pedagang dan PNS namun jumlahnya kecil sekali.  Namun aku bangga menjadi anak petani,bagiku petani adalah pahlawan. walau banyak orang memandang sebelah mata. Bagi mereka petani adal

Pengangkatan Anak

BAB I PENDAHULUAN A.            Latar Belakang Manusia sudah dikodratkan untuk hidup berpasang-pasangan membentuk sebuah keluarga yang terdiri dari suami istri dan pada umumnya juga menginginkan kehadiran anak atau keturunan hasil dari perkawinannya. Mempunyai anak merupakan tujuan dari adanya perkawinan untuk menyambung keturunan serta kelestarian harta kekayaan. Mempunyai anak adalah kebanggaan dalam keluarga. Akan tetapi terkadang semua itu terbentur pada takdir ilahi dimana kehendak memperoleh anak meskipun telah bertahun-tahun menikah tak kunjung dikaruniai anak, sedangkan keinginan untuk mempunyai anak sangatlah besar. Jika demikian , penerus silsilah orang tua dan kerabat keluarga tersebut terancam putus atau punah.
Menyerah!